"Selamat anda diterima di jurusan X Sekolah Tinggi ********"
...........
Masih teringat euforia menyelimuti ku kala itu mengakses website salah satu sekolah tinggi idaman. Aku bangga dengan diriku, dengan usahaku, dengan kerja kerasku. Bapak, Ibu, inilah aku, anak tunggal mu yang mampu membuktikan kesungguhan ku. Bapak, Ibu, aku bisa membuktikan kepada mereka yang diluar sana sering menghina kita.
Namun, seketika lamunanku tersadarkan akan sesuatu. Bapak, Ibu, darimana mereka mendapatkan uang untuk bekalku merantau ke ibu kota. Darimana mereka membiayaiku untuk menyambung hidup, untuk bertahan dalam hiruk pikuk kota Jakarta? Sekalipun sekolah itu gratis, apakah cukup dengan hanya mengandalkan uang saku sebesar 500 ribu per bulan kala itu. Segera ku buyarkan lamunan itu, masa bodoh dengan itu semua. Yang terpenting aku lolos. Segera ku sampaikan berita ini kepada orang tuaku, ku percepat langkahku dari warnet ke rumah yang berjarak 500 meter dari sana.
"Ibu, Bapak, aku diterima di jakarta".
Seketika suasana begitu haru, terlihat air mata kebahagiaan dan kami saling berpelukan erat sambil sesekali ibu mencium keningku.
"Selamat nak, bapak dan ibu bangga kepadamu"
"Terima kasih pak, bu, tapi....."
"Tapi kenapa nak?"
"Pak, bu, darimana kita mendapat uang untuk keberangkatanku ke Jakarta?untuk biaya hidup, untuk...."
Ibu memotong kata-kata ku, "sudahlah nak jangan pikirkan itu, ibu mempunyai tabungan"
"Tapi bu, andre butuh biaya yg tidak sedikit. Darimana ibu punya uang banyak, ibu dan bapak hanya seorang...."
"Buruh tani? Nak, ibu dan bapak selalu menyisihkan uang, kalau seandainya uang itu tidak cukup, ibu akan menjual kalung pemberian nenek, jika masih tidak cukup ibu akab mencari pinjaman. Demi kamu"
Seketika aku bahagia, hilang semua kecemasan dan segera ku rangkul bapak ibu ku.
Seminggu kemudian aku bersiap ke Jakarta, aku berangkat tanpa diantar kedua orang tua ku guna menghemat biaya. Tak dapat ku pungkiri, berat meninggalkan kampung dan kedua orang tua ku.
"Bapak, Ibu, andre berangkat dulu, doakan andre sukses disana ya. Kalau andre sukses, andre akan bawa ibu bapak ke jakarta"
"Hati-hati disana nak, jangan tinggalkan sholat, jangan bergaul dengan orang yang tidak baik, jaga diri baik-baik, sekolah yang sungguh-sungguh"
Setelah berpamitan, aku pun melabgkahkan kaki meninggalkan mereka. Tampak ibu ku tak hentinya meneteskan air mata, bapak juga terlihat mencoba tegar walaupun aku tau bahwa bapak juga merasa kehilangan.
Jakarta,
Disini aku mencoba beradaptasi dengan kota baruku. Jelaslah terlihat perbedaan yang sangat mencolok. Gaya hidup, suasana, pribadi masing-masing lebih heterogen dibandingkan kehidupan di kampungku. Awalnya aku sulit beradaptasi dengan suasana yang begitu asing untukku, untuk orang-orang yang berbeda pula, ah...aku terlalu merindukan kampungku. Namun aku selalu mencoba menyesuaikan, demi masa depan, demi cita-cita ku.
Setelah beberapa bulan, aku mulai menemukan jati diri ku, aku menemukan hal baru dalam hidupku. Disini pun aku mulai terpengaruh dengan kehidupan hedon teman-temanku. Uang saku yang ku dapat dari sekolah ku tak lagi cukup memenuhi kebutuhanku. Namun aku nyaman berada di zona ini, dimana aku bisa mendapatkan prestise yang tak pernah ku dapat di kampungku. Dimana disini aku lebih dihargai daripada dulu saat semua orang kampung meremehkan ku. Ya, mungkin aku terlena oleh surga dunia yang ku sebut "Jakarta Amazing City". Kehidupanku semakin dikendalikan oleh sikap hedon, membuang-buang uang hanya untuk kegiatan kurang penting, seperti nonton, nongkrong, traktir teman, dll.
Kala itu aku benar-benar membutuhkan uang, semua kiriman ortu dan uang saku telah ludes. Aku menelpon orang tua ku.
"Bu, kirimi aku duit dong sejuta. Duitku abis nih"
"Nak, ibu kan sudah kirim uang seminggu yang lalu, masa' sudah habis?"
"Bu, aku butuh duit sekarang. Aku ga bisa makan, mau aku mati apa?"
"Astaghfirullah jgn begitu nak, dosa. Ya sudah nanti ibu cari pinjaman dulu, besok ibu minta tolong mas ahmad buat transfer ke kamu. Jangan boros nak, ibu sudah tidak punya apa-apa"
"Udah ga usah cerewet bu, aku butuh duit bukan omelan".
.....
Ya, kehidupanku sangat berubah drastis sejak 2 tahun aku hidup di jakarta. Hedon, dan sering membangkang ortu. Tapi aku masih menikmati hidupku yang sekarang, teman yang banyak, prestasi yang ku dapat, hidup yang bahagia, benar-benar tersungkur akan kebahagiaan duniawi.
Aku selalu menuntut ortu ku mencukupi semua kebutuhanku, tanpa peduli darimana uang yang mereka dapat.
.........
3 tahun di Jakarta,
Tidak terasa aku sudah 3 tahun berada di Jakarta, sudah waktunya juga aku lulus. Aku lulus dengan IPK cumlaude, jelas bangga dan bahagia. Saat wisuda aku hanya ditemani mas ahmad, seseorang dari desa ku yang sudah kenal akrab dengan keluargaku, kebetulan dia juga bekerja di Jakarta. Orang tua ku tak bisa hadir, karena kendala biaya. Tapi aku tak seberapa memikirkannya, yabg penting aku lulus dan sudah ditempatkan di instansi pemerintahan Jakarta. Aku bangga dengan diriku sendiri.
Waktu itu aku menelpon ortuku, "bu, aku belikan motor dong. susah kerja ga ada motor. Kirimi aku duit 30 juta buat beli ninja. Malu sama temen kalo beli motor butut."
"Nak, ibu sudah ga punya uang. Ibu malu sama tetangga, utang ibu sudah banyak buat biayain kamu."
"Bu, aku ini anakmu, sudah kewajibanmu lah biayai aku. Ntar kalo aku udah sukses, aku ganti duit ibu."
"Nak, bukan perkara diganti atau tidak. Ibu ga ada pikiran seperti itu. Tapi ibu ga ada uang, utang ibu banyak, ibu malu nak. Kamu tolong ngerti ibu."
"Ibu yang ga pernah ngerti aku, ga pernah seneng kalau liat aku bahagia. Aku malu bu sama temen-temen, mereka bermobil semua, sedangkan aku minta motor aja ga dikasih. Ibu macam apa?"
Tiba-tiba bapak menyela lewat telepon, "andre, lancang kamu bicara seperti itu! Kamu berubah nak! Ingat berapa besar pengorbanan kita buat kamu, berapa banyak yg kita keluarkan buat kamu?ibu cari utang sana sini buat kamu. Ngerti kondisi orang tua, kita bukan orang kaya"
"Ah..persetan kalian mau dpt duit darimana, yg penting kasih duit buat aku!"
"Kamu keterlaluan nak, apa masih kurang pengorbanan kita untuk kamu? Tanpa orang tua, kamu ga mungkin bisa berangkat ke Jakarta."
"Bapak pikir ini semua karena kalian aku bisa ke jakarta?pak, aku bisa sekolah disini, bisa lulya karena kecerdasanku, bukan karwna bapak atau ibu yg ga pernah buat aku seneng. Okelah kalau kalian ga mau biayai aku lagi. Aku buktikan kalau aku bisa tanpa kalian. Ingat satu lagi, kalau aku udah kaya, jgn pernah ngaku-ngaku kalau aku anakmu."
Sejak saat itu emosiku begitu meluap, aku tidak terima dengan kata-kata bapakku. Aku telah memutuskan tidak akan berhubungan dengan mereka lagi, aku bisa hidup tanpa mereka.
....
Aku meniti karier benar-benar dari nol, saat benar-benar tak punya apa-apa. Tapi aku tetap optimis mengejar cita-citaku dan membuktikan kalau aku bisa hidup tanpa ortuku. Saat itu aku mengenal seorang gadis (Laura) asal bandung yang merupakan rekan kerjaku. Aku jatuh hati padanya. Awalnya aku tak berani mendekatinya karena dia anak orang kaya, tapi ternyata dia menaruh perasaan yang sama denganku. Singkat cerita, kita menjalin hubungan pacaran dengan dia. Hubungan kita sudah sangat serius, malam itu ku putuskan untuk menemui ortu laura. Lagi-lagi aku harus menerima sakit hati dari ortu dia. Aku dihina habis-habisan karena asal-usul keluargaku ga jelas, dan karena aku miskin. Sejak saat itu aku semakin membenci orang tua, karena mereka tidak pernah mau mengerti keinginan anaknya. Mereka tidak merestui hubungan kita, tetapi kita memiliki cinta yang terlalu kuat. Hingga akhirnya kita memutuskan untuk menikah tanpa restu orang tua. Laura pun siap menerima konsekuensi atas pilihannya, dia diusir dari rumah karena ortunya tidak mau mempunyai menantu yang tidak se-level dengannya. Saat itu kita bertekad membuktikan kepada ortu kita bahwa kita bisa sukses tanpa mereka.
......
Kehidupan rumah tangga ku dengan laura berjalan sangat baik. Karier ku pun semakin cemerlang, aku dipercaya menjadi pimpinan staf di perusahaan tempatku bekerja, sekali lagi ini karena prestasi dan kecerdasanku. Rumah mewah, mobil mewah, harta, semua yang aku impikan telah terwujud. Aku semakin menjadi bangga dengan diriku sendiri.
...
Suatu malam, saat aku sedang bersantai denga laura, tiba-tiba bel rumah kami berbunyi.
*buka pintu*
Alangkah terkejutnya diriku....
"Masih berani kalian datang ke rumah ku?mau apa?mau mengaku aku ini anakmu?setelah aku sukses seperti ini?"
"Ibu dan bapak hanya ingin melihat kamu, kamu rindu denganmu, kami juga minta maaf baru bisa kesini sekarang"
"Hah!ga usah sok manis, aku juga udah ga butuh kalian, aku udah bisa buktikan kan kalau aku bisa kaya tanpa uang kalian! Sekarang pergi saja dariku, jgn pernah temui aku."
"Nak...istighfar, kami ini orang tua mu"
"Orang tua macam apa?aku ga butuh orang tua seperti kalian, aku bisa tanpa kalian."
"Lancang kamu nak, kamu boleh menyakiti hati bapak, tp tolong hormati ibu yang melahirkanmu. Bapak kecewa sama kamu ndre."
"Halah ga usah ceramah, pergi kalian dari sini, aku ga butuh!"
"Baik nak kalau itu yg kamu mau, kita akan pergi jika itu buat kamu bahagia. Semoga Allah segera membuka pintu hatimu. Jangan sampai kamu menyesal dikemudian hari, saat kami sudah tidak ada di bumi."
Aku tak seberapa mendengarkan ucapan mereka, aku sudah muak dengan mereka.
......
Kehidupan kami terus berjalan, sudah 5 tahun aku dan laura membina rumah tangga. Namun, kita belum juga dikaruniai anak. Aku dan laura divonis mengalami kemandulan oleh dokter. Hidup kami terasa sepi tanpa hadirnya seorang anak, hingga suatu hari kami memutuskan untuk mengadopsi anak panti asuhan. Saat itu kita datang ke panti asuhan dan mengadopsi anak laki-laki bernana yusuf, waktu itu dia berusia 7 tahun. Dia adalah sosok anak yang tampan, berperilaku baik, rajin sholat dan mengaji meskipun ia masih kecil. Itu semua yang menyebabkan aku dan laura jatuh hati kepadanya. Dia selalu memberikan ketenangan dan mengisi kekosongan hari-hari kami. Meskipun dia bukan anak kandung kami, tetapi kami sangat menyayanginya. Demikian pula dia sangat menghormati kita layaknya orang tua sendiri. Kami selalu memberikan apa yang dia butuhkan, meskipun dia terkadang menolak. Ya, dia benar-benar anak yang baik dan menyukai kesederhanaan. Kami benar-benar menyayanginya seperti darah daging sendiri. Hidup kami semakin lengkap dengan kehadirannya.
Pernah suatu malam yusuf bertanya "ayah, apakah ayah punya orang tua?yusuf pengen tau wajah kakek nenek yusuf. Ayah selama ini ga pernah mengenalkan yusuf sama mereka. Mama juga punya orang tua kan?yusuf juga pengen tau mereka"
Aku dan laura tercengang,kemudian laura menyela.
"Ini foto kakek nenek yusuf, kapan-kapan mama ajak kesana ya nak"
"Kalau orang tua ayah?mana fotonya?"
"Yusuf, cepet tidur ya ini sudah malam"
"Tapi yah, tunjukin dulu fotonya..."
"Orang tua ayah ga ada, sama kayak kamu dulu. Udah cepet tidur"
.....
Hidup tak selamanya berjalan dengan lancar.
Ya, aku sedang diterpa masalah besar. Aku tertuduh menggelapkan dana perusahaan. Semua bukti tuduhan mengarah padaku. Karierku kacau, aku dipecat dan semua aset kekayaanku disita. Jelas merupakan hal tersulit bagi keluargaku. Kami benar-benar jatuh dan kehilangan semuanya. Tapi aku masih bersyukur karena waktu itu dua orang yang aku cintai tidak pergi meninggalkan ku, bahkan mereka lah yang menguatkanku disaat kondisi kehancuranku. Sejak kasus itu, aku harus bekerja seadanya dengan penghasilan pas-pasan. Sempat saat itu aku benar-benar frustasi hendak mengembalikan yusuf ke panti asuhan, aku tak mampu membiayai sekolahnya yang awalnya ku sekolahkan dia di sekolah bonafit. Aku takut tidak bisa membahagiakan dia, ya aku terlalu trauma dengan masa laluku. Tapi dia membuatku terenyuh dan menyadarkan akan pikiran negatifku terhadap orang tua ku.
"Yusuf, maafkan ayah ya tidak bisa memberikan sesuatu seperti dulu lagi. Kamu juga hrs berhenti sekolah"
"Tidak apa-apa ayah, yusuf mengerti. Yusuf sayang sama ayah sama mama. Ga apa-apa yusuf kehilangan semuanya, bukan harta yg bikin yusuf bahagia. Harta itu ga kekal yah, yg kekal itu kasih sayang orang tua. Yang paling berharga dalam hidup yusif itu cuma ayah sama mama."
"Yusuf, kamu gimana kalau balik ke panti lagi?disana kamu banyak temen, bisa sekolah biar ntar jd orang sukses. Ayah belum sanggup nyekolahkan kamu nak"
"Yah, aku pengen tetep sama ayah sama mama. Aku ga apa-apa ga sekolah. Yusuf udah seneng sama kalian, yusuf bisa ngerasain punya ortu. Kalau di panti, yusuf ga bisa dapat kasih sayang sebesar ini. Kasih sayang bu ratna kan harus dibagi-bagi sama temen-temen yusuf di panti. Yah, buat aku ayah sama mama itu berharga banget. Orang tua itu segalanya buat aku, bahkan mungkin aku ga bisa jauh dari kalian. Kalau memang ayah keberatan nanggung biaya hidupku, nanti yusuf mau bantu-bantu kerja."
"Enggak nak, kamu ga boleh kerja,biar ayah aja. Yasudah, apapun keadaannya, ayah janji bakal jaga kamu"
..........
"Yusuuuf..yusuuuf dimana kamu nak?"
"Mas, yusuf kemana?"
"Loh, bukannya dari tadi di rumah?aku kan kerja ma, mana tau. Kamu kan yg di rumah"
Yusuf pergi dari rumah, kami menunggu dan mencari dia kemana-mana tidak ketemu sampai malam. Kami panik, terus berusaha mencari. Tetap benar-benar nihil. Kami mulai khawatir karena sampai 3 hari tidak juga dia kembali ke rumah. Di panti asuhan pun tidak kami temukan yusuf. Kami benar-benar merasa kehilangan. Pencarian tetap kita lakukan, tetapi seminggu sudah dia belum juga kami temukan. Hidup kami semakin kosong semenjak kepergian yusuf.
.......
10 hari kemudian Yusuf kembali.
Kita langsung terkejut melihat dia kembali, kami langsung merangkul yusuf erat-erat.
"Nak kamu kemana saja nak?kami bingung nyari kamu kemana-mana"
"Maaf ayah, ibu. Yusuf terpaksa pergi dari rumah, yusuf pengen bantu ayah cari uang. Selama 10 hari ini aku diem di rumah temenku. Orang tua temenku minta tolong aku buat ajarin temenku ngaji. Oh iya ini uang dari ibunya Ray, buat ayah sama ibu. Yusuf cuma bantu dikit. Yusuf tau itu ga bakal bisa gantikan kasih sayang kalian."
Subhanallah....aku benar-benar tertegun dengan kemuliaan hati yusuf. Seketika aku menangis, dia telah banyak mengajarkan sesuatu, dia malaikat kecil keluarga kami. Aku tersadarkan atas semua kesalahanku terhadap orang tia ku dulu. Aku bukab anak sebaik yusuf, aku terlalu sombong dengan diriku, dan aku telah membuat hati orang tua ku sakit. Aku benar-benar menyesal, dan semua kesalahan masa lalu ku selalu membayangi hari-hariku.
.....
Aku bertekat meminta maaf kepada orang tua ku di kampung, entah mereka masih mau memaafkanku atau tidak. Aku menyesal.
.......
"Assalamu'alaikum....assalamu'alaikum" tok tok tok (tidak ada jawaban, tampaknya tak ada orang di dalam rumah ortu ku"
Karena tak ada jawaban, aku menuju ke rumah mas hamid.
"Assalamu'alaikum..."
"Wa'alaikumsalam, loh andre?kapan datang bos dari jakarta ini?wah sukses ya sekarang".
Aku berbicara panjang lebar, menceritakan semua yg telah terjadi, dan maksud kedatanganku ke kampung.
"Oh iya mas hamid, barusan sebenernya aku ke rumah. Tp kok ga ada orang. Mas hamid tau ga biasanya orang tua ku jam segini kemana?apa mereka kerja?disawah saya cari juga ga ada mas."
Mas hamid hanya tersenyum sambil berkata, "ayo, aku anter kamu ke ortumu. Kamu pasti kangen ya sama mereka? Jangan lupa nanti minta maaf juga sama mereka"
"Pasti mas :) ya udah ayo cepat antar aku, aku ingin meminta maaf sama mereka"
......
"Sebentar ya, mampir kesini sebentar aja"
"Kok mampir di tempat ini sih mas? Tp ya udah deh gapapa"
Kami berjalan, firasat ku tidak enak. Tetapi aku tetap positif thinking dan mengikuti mas hamid.
"Sudah, minta maaflah sama kedua ortumu sana"
"Loh maksudnya apa nih? Gimana aku minta maaf kalo ortuku ga dihadapanku. Bercanda deh mas"
"Itu yg di depan mu adalah ortu mu, minta maaflah. Mungkin saja mereka mengetahui kehadiranmu sekarang :)"
"Engga, maksudnya apa ini?ga mungkin kan? Mas pasti bercanda, ga mungkin..."
Aku mencoba mendekat, meyakinkan tulisan yang terukir itu.
Ilham fathoni bin M.Fathoni
Wafat 13-08-2005
Fatmawati binti Khoirul Akbar
Wafat 13-08-2005
Ibu....bapaaaak..seketika tangis ku pecah di depan mendiang ibu bapak ku. Kenapa begitu cepat, kenapa aku tidak diizinkan meminta maaf, kenapa aku tidak diizinkan mencium tangan mereka untuk yang terakhir kalinya.
"Ibu bapak mu mengalami kecelakaan saat dia pulang dari rumahmu dulu. Bus yang ditumpangi tertabrak kereta api. Jenazahnya diurus oleh warga sini. Kami berusaha memberitahu mu, tp tidak ada yg mengetahui keberadaanmu. Ikhlaskan mereka ndre, meminta maaflah. Sampaikan maafmu juga kpd Tuhan, barangkali maafmu tersampaikan. Doakan mereka"
Bukan hanya sekedar minta maaf, bukan hanya sekedar menyesal, hati ku hancur menerima semua kenyataan ini. Aku tak bisa memaafkan diriku sendiri yg telah durhaka terhadap orang tua ku.
.......
(Surat untuk Ibu Bapak)
Tuhan, mereka dimana?.
Aku membutuhkannya.
Tuhan, mereka dimana?.
Aku mencarinya.
Tuhan, mereka orang tua ku.
Bisakah kau kembalikan eqpadaku.
Tuhan, aku sadar mereka adalah titipan yang harusnya aku jaga, bukan ku hina.
Layaknya aku yang merupakan titipan dari-Mu untuk mereka.
Tuhan, jika memang orang tua ku kini ada di samping-Mu
Aku titipkan surat ini untuk mereka.
Ibu, Bapak, apa kabar disana? Kenapa bapak sama ibu ninggalin aku? Bapak, Ibu, waktu itu aku bercanda. Semua yang ku katakan diluar kendali ku. Aku khilaf pak, bu. Aku masih tetap anakmu, dan selamanya akan menjadi anakmu. Aku bohong pak, kalau aku bisa hidup tanpa kalian. Aku butuh kalian pak, bu, aku butuh kasih sayang dan pelukan kalian. Pak, Bu, aku sombong ya? Aku durhaka ya? Maafkan aku pak, bu, aku benar-benar khilaf. Pak, Bu, semuanya yang aku dapat bukan dari restu bapak ibu, kini sudah musnah pak, bu. semuanya sudah diambil sama Tuhan. Aku sadar pak, bu, kalau restu orang tua adalah restu Tuhan. Tapi Tuhan juga mengambil Bapak Ibu. Pasti Tuhan lebih sayang kan sama Bapak Ibu. Aku ikhlas kok pak, bu, pasti kalian disana bahagia. Kalian disana pasti lebih dihargai daripada aku yg tidak bisa menghargai kalian. Sekali lagi maafkan aku bapak, ibu, aku benar-benar menyesal. Andai aku bisa memutar waktu, akan ku muliakan bapak dan ibu. Terima kasih untuk semua kasih sayang, materi, ilmu dan semua yang pernah bapak dan ibu berikan untuk andre. Bapak, Ibu, semoga kalian bahagia disana. Salam rindu dari anak mu. Aku sayang kalian.
Tuhan, ku mohon sampaikan surat ku.
Kepada Bapak dan Ibu ku.
Tuhan, ku mohon jaga mereka.
ku mohon bahagiakan mereka.
Sebab aku tidak lagi mempunyai kesempatan.
Tuhan, izinkan aku mendapat maaf dari mereka.
Izinkan aku.....
Memuliakan mereka lewat rangkaian doa ku untuknya.